Muhammad Dzakki Ronnaan
Agus Elyna Putri
Pendahuluan
Pajak adalah darah kehidupan bagi pembangunan nasional. Melalui penerimaan pajak, negara
dapat menyelenggarakan pendidikan, membangun infrastruktur, membiayai layanan kesehatan,
hingga menanggulangi kemiskinan. Dalam konteks pembangunan jangka panjang, Undang-
Undang No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Tahun 2025–2045 menegaskan bahwa sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkelanjutan
merupakan salah satu fondasi untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Pajak dalam Perspektif UU No. 59 Tahun 2024
Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 memberikan arah strategis pembangunan nasional dalam
jangka panjang menuju “Indonesia Emas 2045”. Dalam konteks tersebut, pajak memegang peranan
sangat sentral sebagai tulang punggung pembiayaan pembangunan nasional. Pajak tidak lagi
dipandang semata sebagai sumber pendapatan negara, tetapi sebagai alat rekayasa sosial dan
ekonomi yang dapat mengarahkan perilaku masyarakat serta mendukung transformasi struktural
ekonomi nasional. UU ini menekankan pentingnya peningkatan rasio perpajakan (tax ratio) secara
signifikan untuk menopang pembiayaan pembangunan. Target ini tidak ditempuh dengan cara
membebani wajib pajak yang sudah patuh, melainkan dengan memperluas basis pajak, menyasar
sektor informal, dan meningkatkan efisiensi sistem administrasi perpajakan melalui transformasi
digital. Pajak akan diarahkan tidak hanya sebagai alat penerimaan, namun juga sebagai instrumen
pengatur (regulerend) yang mendukung agenda pembangunan berkelanjutan, adil, dan inklusif.
Selain itu, dimensi keadilan fiskal juga menjadi perhatian dalam UU ini. Ditegaskan bahwa sistem
perpajakan harus menjamin kontribusi yang adil dari seluruh kelompok masyarakat, terutama
kalangan ekonomi menengah ke atas, tanpa memberatkan pelaku usaha kecil. Oleh karena itu,
pemerintah juga memberikan insentif pajak dan penyederhanaan administrasi perpajakan
khususnya bagi sektor UMKM, agar sektor ini tetap produktif dan menjadi motor pertumbuhan
ekonomi lokal. Penerapan instrumen pajak baru, seperti pajak karbon dan pajak barang berdampak
negatif (sin tax), juga menunjukkan keseriusan negara dalam menggunakan kebijakan fiskal
sebagai instrumen pengendalian sosial dan perlindungan lingkungan. Pajak karbon diarahkanuntuk menekan emisi gas rumah kaca dan mendukung transisi menuju ekonomi hijau, sejalan
dengan komitmen global terhadap perubahan iklim. Sedangkan pajak sin diterapkan guna
membatasi konsumsi barang yang berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, sekaligus
meningkatkan pendapatan negara.
Dari sisi regulasi teknis, lahirnya PMK No. 59/2024 sebagai aturan turunan menegaskan
konsistensi pelaksanaan UU ini, khususnya dalam hal fasilitas perpajakan. PMK ini mengatur tata
cara pembebasan PPN dan PPnBM untuk perwakilan negara asing dan badan internasional
berdasarkan asas resiprositas dan kesepakatan internasional, serta mengatur pengembalian pajak
bila terjadi kesalahan atau pelanggaran terhadap ketentuan fasilitas. Keseluruhan pendekatan
dalam UU No. 59 Tahun 2024 menunjukkan bahwa kebijakan perpajakan akan terus
bertransformasi secara adaptif, inklusif, dan berbasis teknologi. Pemerintah menyadari bahwa
keberhasilan pembangunan jangka panjang tidak hanya bergantung pada besar kecilnya
penerimaan pajak, tetapi pada kualitas sistem perpajakan itu sendiri—apakah mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi, mendistribusikan kesejahteraan secara adil, serta mewujudkan tujuan
bernegara sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. RPJPN 2025–2045 menetapkan visi besar
menjadikan Indonesia sebagai negara maju, berdaulat, adil, dan sejahtera pada 2045. Untuk itu,
salah satu pilar utama yang diangkat adalah kemandirian fiskal melalui penguatan sistem
perpajakan nasional.
Beberapa poin penting terkait perpajakan dalam UU No. 59 Tahun 2024 antara lain:
Peningkatan rasio perpajakan (tax ratio) secara bertahap hingga setara negara-negara maju.
Reformasi struktural sistem perpajakan agar lebih adil, efisien, dan berbasis digital.
Mendorong kepatuhan sukarela (voluntary compliance) melalui pelayanan berbasis
teknologi dan pendekatan berbasis risiko.
Penguatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penghindaran dan pengelakan
pajak.
Dengan arah kebijakan tersebut, pajak diharapkan tidak hanya sebagai sumber penerimaan, tetapi
juga instrumen distribusi keadilan sosial.Tantangan yang Dihadapi
1. Rendahnya literasi perpajakan, terutama di kalangan UMKM dan masyarakat informal.
2. Adanya shadow economy dan penghindaran pajak (tax avoidance).
3. Ketimpangan kontribusi, di mana mayoritas pajak masih didominasi oleh sektor tertentu.
Solusi Strategis
1. Digitalisasi dan Modernisasi Sistem Pemerintah mengembangkan sistem Core Tax
Administration System (CTAS) untuk meningkatkan efektivitas pelayanan dan
pengawasan.
2. Inklusi Kesadaran Pajak Sejak Dini melalui program Inklusi Kesadaran Pajak di Dunia
Pendidikan (SE-22/PJ/2021), nilai-nilai kepatuhan pajak ditanamkan sejak bangku sekolah
dan perguruan tinggi.
3. Transparansi dan Kolaborasi Data yaitu integrasi basis data perpajakan dengan instansi lain
(Dukcapil, Kemenkeu, OJK) untuk meningkatkan validitas dan akurasi pengawasan.
4. Penegakan Hukum Berkeadilan melalui pendekatan fair enforcement, yaitu tegas kepada
pelanggar namun memberikan insentif dan kemudahan kepada wajib pajak patuh.
Kepatuhan Pajak sama dengan Pembangunan Nasional
Kepatuhan pajak memiliki dampak langsung terhadap keberhasilan pembangunan. Misalnya:
Pajak penghasilan (PPh) digunakan untuk subsidi pendidikan dan bantuan sosial.
PPN mendukung pengeluaran rutin dan pembiayaan infrastruktur.
Pajak daerah membantu pembangunan lokal dan pelayanan publik di tingkat
kabupaten/kota.
Dengan meningkatnya kepatuhan, negara dapat mengurangi ketergantungan terhadap utang dan
sumber daya alam yang terbatas, sekaligus menciptakan sistem fiskal yang sehat dan
berkelanjutan.Penutup
Dengan demikian, pajak dalam kerangka UU No. 59 Tahun 2024 bukan hanya alat fiskal,
melainkan bagian integral dari strategi pembangunan nasional yang menyeluruh. Kepatuhan pajak
bukan sekadar kewajiban, tetapi bentuk nyata partisipasi warga negara dalam pembangunan.
Melalui reformasi kebijakan, penguatan kelembagaan, dan transformasi digital, perpajakan
diarahkan untuk mendukung Indonesia yang berdaulat, adil, makmur, serta berkelanjutan menuju
tahun 2045—sebuah cita-cita besar yang hanya bisa dicapai melalui kolaborasi antara negara dan
rakyat.
Referensi
1. Undang-Undang No. 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025–2045
2. Direktorat Jenderal Pajak, Laporan Tahunan DJP 2023
3. Kementerian Keuangan RI, APBN Kita Edisi Mei 2024
4. SE-22/PJ/2021 tentang Inklusi Kesadaran Pajak dalam Dunia Pendidikan
5. PMK No. 59/PMK.03/2024 tentang Pembebasan PPN dan PPnBM