EMAS BATANGAN KENA PPH 0,25% BERLAKU MULAI 1 AGUSTUS 2025

Ahmad Ramdhani

Silva Charisna Priankashoja

Desy Arum Putri Windarti

Di tengah situasi ekonomi global yang tidak stabil seperti saat ini, masyarakat
berbondong-bondong melakukan investasi yang menjanjikan atau disebut dengan Safe Haven.
Jenis investasi ini diharapkan mampu mempertahankan atau mendorong nilai aset ketika terjadi
ke-tidak seimbangan ekonomi. Nilai yang cenderung stabil dari aset Safe Haven ini umumnya
memiliki tingkat resiko lebih rendah, ditambah likuiditasnya yang tinggi sehingga
mempermudah pencairan dari aset Safe Haven ini. Berikut ini adalah beberapa contoh aset
yang termasuk dalam kategori Save Haven adalah Emas, Surat Berharga Negara (SBN), dan
Uang Asing Tertentu.

Saat ini Indonesia dikejutkan dengan maraknya tren beli emas yang semakin meningkat.
Hal ini tentunya merupakan langkah yang diambil oleh masyarakat untuk mengamankan nilai
asetnya. Emas merupakan aset Safe Haven yang sering dipilih oleh investor karena emas kebal
terhadap inflasi, memiliki likuiditas yang tinggi, diakui secara internasional dan banyak
kelebihan lainnya. Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa porsi pembelian emas
dan perhiasan dari disposable income masyarakat meningkat hingga sekitar 12% sejak tahun
2022 hingga kini. Per Maret 2025, sebanyak 32,9% dari disposable income masyarakat
Indonesia ditempatkan di emas dan perhiasan. Tentunya hal ini tidak terjadi begitu saja,
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi melonjaknya tren beli emas yang saat ini terjadi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi melonjaknya tren pembelian emas, yakni:

  1. Ketegangan geopolitik dan krisis global. Perang geopolitik yang terjadi di Iran dengan
    Israel atau Rusia dengan Ukraina, menyebabkan investor mencari aset Safe Haven
    seperti emas untuk mengamankan nilai aset mereka karena emas tidak akan tergerus
    oleh inflasi.
  2. Kebijakan moneter dengan suku bunga rendah. Saat ini banyak negara yang
    menerapkan suku bunga rendah sehingga simpanan uang tunai kurang menarik
    sehingga mendorong investor beralih memilih emas.
  3. Permintaan bank sentral global. Bank sentral di berbagai negara seperti China, Rusia,
    India, dan Turki yang membeli emas dalam jumlah besar untuk memperkuat cadangan
    mereka, menyebabkan tren pembelian emas semakin marak hingga menaikkan harga
    emas di pasaran.
  4. Pelemahan Dolar AS. Nilai tukar dolar AS yang melemah menyebabkan tren pembelian
    emas semakin meningkat agar nilai asetnya tetap terjaga.

Faktor-faktor tersebut menyebabkan tren pembelian emas meningkat. Tren ini menyebabkan
masyarakat Indonesia menjadi panic buying hingga menimbun emas untuk kepentingan
pribadi. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mengeluarkan PMK 51/2025 dan PMK
52/2025 sebagai langkah tegas untuk mengurangi panic buying dan mengatur pembelian emas.

Latar Belakang Kebijakan Baru Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51 dan
52 Tahun 2025 yang mulai berlaku efektif pada 1 Agustus 2025, pemerintah memperkenalkan
aturan baru mengenai pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25% atas
pembelian emas batangan. Kebijakan ini merupakan penyederhanaan dari regulasi sebelumnya
sekaligus upaya memberikan kepastian hukum bagi pelaku transaksi emas, khususnya
konsumen akhir. Perubahan ini muncul sebagai respon terhadap perkembangan pasar emas
nasional yang semakin dinamis. Pada implementasinya, tarif pajak sebesar 0,25% akan
dikenakan sebagai PPh Pasal 22 dari total nilai pembelian emas batangan sebelum PPN.
Ketentuan ini berlaku baik untuk emas batangan produksi dalam negeri maupun yang diimpor.
Namun secara khusus, PMK 52/2025 Pasal 5 mengecualikan pemungutan pajak atas transaksi
penjualan emas oleh konsumen akhir kepada pengecer. Mekanisme ini dirancang untuk tidak
membebani konsumen namun tetap memenuhi tujuan fiskal pemerintah.

Kebijakan ini membawa beberapa konsekuensi penting. Pertama, terjadi perubahan
struktur biaya bagi pembeli emas yang kini harus memperhitungkan tambahan biaya pajak
sekitar 0,25%. Kedua, aspek transparansi dalam transaksi emas batangan menjadi lebih
terjamin dengan adanya dokumentasi pembayaran pajak yang jelas. Namun di sisi lain,
pengamat pasar menyoroti perlunya sosialisasi intensif mengingat kebijakan ini termasuk
perubahan signifikan dalam ekosistem perdagangan emas nasional. Berbeda dengan aturan
sebelumnya yang memberlakukan beragam tarif pajak berdasarkan jenis transaksi, sistem baru
ini menyederhanakan menjadi tarif tunggal 0,25% untuk semua pembelian emas batangan.
Bagi wajib pajak maupun instansi pengelola pajak, penyerdehanaan ini diharapkan mampu
meningkatkan kepatuhan pajak sekaligus dapat mengurangi kompleksitas administratif.

Meski memiliki tujuan positif, kebijakan ini menghadapi beberapa tantangan dalam
implementasinya. Salah satunya adalah kebutuhan akan sistem pemantauan transaksi yang
lebih canggih untuk memastikan setiap pembelian emas batangan terpantau dengan baik. Selain
itu, diperlukan mekanisme yang jelas dalam menentukan nilai transaksi sebagai dasar
pengenaan pajak, mengingat fluktuasi harga emas yang cukup tinggi. Keberhasilan kebijakan
ini akan sangat bergantung pada efektivitas sosialisasi dan kemampuan adaptasi pelaku pasar.
Jika diimplementasikan dengan baik, regulasi ini berpotensi meningkatkan penerimaan pajak
sekaligus menjaga stabilitas pasar emas nasional dalam jangka panjang.

Implementasi dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut dapat dilakukan melalui
beberapa langkah strategis. Pertama, pemerintah perlu meluncurkan kampanye informasi yang
menyeluruh untuk menjelaskan kebijakan ini kepada masyarakat melalui berbagai media di
berbagai daerah. Selain itu, pengarahan bagi pelaku pasar emas, seperti pengecer dan
distributor, sangat penting untuk memastikan mereka memahami mekanisme pajak baru dan
cara pelaporannya. Sistem digital juga perlu dikembangkan agar dapat memantau setiap
transaksi pembelian emas batangan secara real-time, termasuk pembuatan aplikasi mobile yang
memungkinkan konsumen untuk melaporkan transaksi mereka dan mendapatkan informasi
terkait pajak yang harus dibayarkan.

Selain itu, penetapan standar yang jelas untuk menentukan nilai transaksi emas batangan
sangat penting, mengingat fluktuasi harga emas, dan mendorong transparansi harga di pasar
dengan menyediakan informasi harga yang akurat dan terkini kepada konsumen. Monitoring
dan evaluasi berkala terhadap implementasi kebijakan ini juga diperlukan untuk
mengidentifikasi tantangan dan mencari solusi yang tepat, serta mengumpulkan umpan balik
dari masyarakat dan pelaku pasar. Terakhir, kerjasama dengan asosiasi perdagangan emas dan
lembaga keuangan akan mendukung implementasi kebijakan ini, sehingga masyarakat lebih
tertarik untuk berinvestasi dalam emas batangan.

Oleh karena itu, dengan diterbitkannya PMK 51 Tahun 2025 dan PMK 52 Tahun 2025
diharapkan dapat menyederhanakan regulasi dan memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat, mengatur pemungutan pajak yang lebih efisien dan adil, mendukung
perkembangan kegiatan usaha bulion, menghilangkan beban pajak berganda, memberikan
kepastian dan kenyamanan bagi konsumen dan pelaku usaha.