HANIFA AQIL
TIARA RISKAWATI TRISNADI
M. CHUSNIL JADMIKO
Pada 7 November 2024, Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP), menjelaskan bahwa alasan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan untuk Implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan adalah untuk melaksanakan Pasal 9 dari Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018.
PMK Nomor 81 Tahun 2024 ini berfungsi sebagai panduan dalam pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, atau dikenal sebagai core tax system, yang dirancang agar lebih transparan, efektif, akuntabel, dan fleksibel. βOleh karena itu, perlu adanya penataan regulasi di bidang perpajakan yang adil dan memberikan kepastian hukum untuk meningkatkan penerimaan pajak dan mendukung perekonomian nasional,β ujar Dwi dalam video resmi DJP yang diterima Pajak.com pada 6 November.
Penyesuaian ini meliputi pengaturan terkait pendaftaran Wajib Pajak, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, pembayaran dan penyetoran pajak, pelaporan pajak, serta layanan administrasi perpajakan lainnya. Dwi menambahkan bahwa penataan regulasi ini tidak hanya berfokus pada peningkatan penerimaan pajak, tetapi juga mencakup proses bisnis dan teknologi informasi yang berbasis data.
Salah satu ketentuan yang diubah dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024 adalah terkait jatuh tempo penyetoran pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (2). Pada aturan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 242 Tahun 2014, Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut, seperti PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPh Pasal 15, memiliki jatuh tempo penyetoran pada tanggal 10 bulan berikutnya. Sementara itu, jatuh tempo tanggal 15 bulan berikutnya hanya berlaku untuk pajak yang disetor sendiri.
Namun, pada PMK Nomor 81 Tahun 2024jatuh tempo penyetoran pajak jatuh pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dimana ketentuan ini berlaku untuk penyetoran:
- PPh Pasal 4 ayat (2)
- PPh Pasal 15
- PPh Pasal 21
- PPh Pasal 22
- PPh Pasal 23
- PPh Pasal 25
- PPh Pasal 26
- PPh Migas yang dibayarkan setiap masa
- PPN atas BKPTB/JKP dari luar pabean
- PPN atas KMS
- Bea Materai yang dipungut oleh pemungut Bea Materai
- Pajak Penjualan
- Pajak Karbon yang dipungut oleh pemungut Pajak Karbon
Terdapat pengecualian tanggal jatuh tempo penyetoran pajak pada Pasal 94 ayat (3) PMK Nomor 81 Tahun 2024yaitu:
- PPh Pasal 22 dan PPN/PPnBM atas impor yang dipungut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib untuk disetorkan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
- PPh Pasal 25 untuk wajib pajak dengan kriteria tertentu yang diatur dalam Pasal 3 ayat (3b) UU KUP dan melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa, wajib dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak terakhir.
- PPh Pasal 25 untuk wajib pajak dengan kriteria tertentu yang tidak termasuk dalam Pasal 3 ayat (3b) UU KUP harus disetorkan paling lambat sesuai dengan batas waktu yang berlaku untuk masing-masing jenis pajaknya.Tambahan PPh atas saham pendiri yang dipungut oleh emiten, wajib disetorkan paling lambat 1 bulan setelah terutangnya tambahan PPh.
- PPN/PPnBM yang terutang dalam satu masa pajak harus disetorkan paling lambat pada akhir bulan setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
- PPN/PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPN atau pihak lain harus disetorkan paling lambat pada akhir bulan setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan.
PMK Nomor 81 Tahun 2024 disahkan pada 18 Oktober 2024 dan akan efektif mulai 1 Januari 2025. Dengan berlakunya aturan ini, PMK Nomor 242 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, yang telah diubah melalui PMK Nomor 18 Tahun 2021, akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
πͺππππ π»πππ πΆππ!
Instagram : taxcenterunej_
X : taxcenterunej_
Tiktok : taxcenterfisipunej
Email : taxcenterfisip@unej.ac.id
Website : taxcenterfisip.unej.ac.id
Youtube : Tax Center UNEJ