KOLABORASI STRATEGIS DJP DAN SATGASSUS POLRI GUNA MEMPERKUAT PILAR PENERIMAAN NEGARA DAN MENUTUP CELAH SHADOW ECONOMY

Muhammad Haikal Aziz

Dian Enggal Wulandari

Urgensi Penguatan Penerimaan Negara di Tengah Dinamika Shadow Economy

Penerimaan pajak, sebagai urat nadi finansial negara, memegang peranan fundamental dalam memastikan keberlangsungan operasional pemerintahan, membiayai infrastruktur krusial, serta mendanai berbagai program kesejahteraan sosial yang vital bagi kemajuan bangsa. Di Indonesia, upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak senantiasa dihadapkan pada dua tantangan besar yang saling berkaitan. Tantangan pertama adalah kebutuhan untuk terus memperluas basis wajib pajak melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Tantangan kedua, yang tak kalah pentingnya, adalah penegakan hukum yang efektif terhadap berbagai bentuk aktivitas ekonomi ilegal yang selama ini beroperasi di luar sistem formal, seringkali luput dari pantauan otoritas fiskal, dan secara signifikan menggerogoti potensi penerimaan negara. Fenomena ekonomi bayangan atau shadow economy ini tidak hanya menciptakan kerugian finansial yang masif bagi kas negara, tetapi juga menimbulkan distorsi persaingan usaha yang tidak sehat antara pelaku ekonomi yang patuh membayar pajak dengan mereka yang menghindari kewajiban fiskal mereka.

Menyadari kompleksitas dan mendesaknya situasi ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah mengambil langkah proaktif dan strategis melalui jalinan kerja sama dengan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara Polri. Kolaborasi lintas institusi ini dirancang sebagai strategi baru yang komprehensif untuk secara efektif menutup celah-celah shadow economy, meningkatkan tingkat kepatuhan pajak secara menyeluruh, dan pada akhirnya, mengamankan penerimaan negara demi tercapainya kemandirian fiskal. Inisiatif ini menandai pergeseran paradigma dari pendekatan yang semata-mata administratif menjadi pendekatan yang lebih holistik dan sinergis, menggabungkan keahlian fiskal dengan kekuatan penegakan hukum untuk menjangkau sektor-sektor ekonomi yang selama ini sulit disentuh oleh mekanisme perpajakan konvensional.

Pilar Utama dalam Kolaborasi antara DJP dan Satgassus Polri

Kerja sama antara DJP dan Satgassus Polri didasarkan pada tiga pilar utama yang saling menguatkan, yaitu sinergi, pertukaran data, dan penegakan hukum. Ketiga pilar ini dirancang untuk menciptakan suatu ekosistem pengawasan dan penindakan yang lebih kuat dan adaptif dalam menghadapi dinamika shadow economy yang semakin kompleks.

Sinergi kelembagaan yang kuat terlihat dari pembentukan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dengan kepemimpinan Herry Muryanto dan wakil ketua Novel Baswedan, merupakan indikasi kuat komitmen Polri untuk mendukung pengamanan penerimaan negara. Tim ini secara strategis terdiri dari mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki rekam jejak teruji dan pengalaman mendalam dalam bidang investigasi kejahatan ekonomi, penegakan hukum, serta tata kelola pemerintahan yang baik (Detik Finance, 2025). Latar belakang ini membekali Satgassus dengan kemampuan investigatif dan intelijen yang sangat dibutuhkan untuk mengungkap praktik penghindaran pajak yang terorganisir, rumit, dan seringkali melibatkan jaringan transnasional. Sinergi ini memastikan bahwa DJP, yang memiliki data perpajakan dan analisis risiko, dapat didukung oleh kemampuan investigatif Polri untuk menindak kasus-kasus yang melampaui batas administrasi fiskal.

Pertukaran data yang komprehensif dan akurat merupakan salah satu aspek paling fundamental dan krusial dari kerja sama ini. DJP memiliki akses terhadap data keuangan dan transaksi wajib pajak yang luas, sementara Polri memiliki kapasitas intelijen dan investigasi yang dapat mengungkap aktivitas ekonomi yang tidak tercatat. Dengan mengintegrasikan data perpajakan yang dimiliki DJP dengan data investigatif, intelijen, dan informasi lapangan dari kepolisian, diharapkan dapat tercipta peta risiko yang jauh lebih akurat dan terperinci terhadap potensi pelanggaran pajak, praktik pencucian uang, dan aktivitas shadow economy lainnya. Integrasi data ini memungkinkan identifikasi target penegakan hukum yang lebih presisi, efisien, dan berbasis bukti yang kuat. Proses identifikasi ini penting untuk membedakan antara kesalahan administrasi yang tidak disengaja dengan upaya penghindaran pajak yang terencana dan sistematis.

Penegakan hukum menjadi ujung tombak dalam mencapai tujuan kolaborasi ini. Penindakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap para pelaku shadow economy, termasuk illegal fishingillegal mining, dan penyelundupan, tidak hanya akan memberikan efek jera yang signifikan bagi para pelanggar, tetapi juga secara tidak langsung akan mendorong dan meningkatkan kepatuhan sukarela di kalangan wajib pajak yang lainnya (Direktorat Jenderal Pajak, 2025). Ketika masyarakat melihat bahwa negara serius dalam menindak praktik-praktik yang ilegal dan tidak adil, kepercayaan terhadap sistem perpajakan akan meningkat, sehingga dapat mendorong kepatuhan yang lebih baik. Penegakan hukum ini juga menjadi pesan jelas bahwa aktivitas ilegal tidak akan ditoleransi, dan bahwa setiap entitas ekonomi, besar maupun kecil, memiliki kewajiban untuk berkontribusi pada penerimaan negara.

Tantangan dan Risiko Implementasi

Meskipun menjanjikan potensi besar dalam meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan keadilan fiskal, kerja sama ambisius ini tentu tidak terlepas dari berbagai tantangan dan risiko yang harus diantisipasi secara cermat dan dikelola dengan bijak. Tantangan pertama, potensi terjadinya tumpang tindih kewenangan atau overlapping fungsi antara otoritas pajak dan kepolisian harus diantisipasi secara matang. Hal ini memerlukan perumusan regulasi, protokol, dan standar operasional prosedur (SOP) yang sangat jelas dan tegas, yang mendefinisikan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak agar tidak terjadi friksi atau inefisiensi dalam pelaksanaan tugas. Tantangan kedua, pendekatan yang bersifat represif melalui penegakan hukum harus senantiasa diimbangi dengan program edukasi, sosialisasi, dan pembinaan yang masif dan berkelanjutan kepada masyarakat serta pelaku usaha. Tujuannya adalah agar upaya penindakan ini tidak menciptakan ketakutan berlebihan atau iklim usaha yang tidak kondusif, melainkan mendorong pemahaman dan kesadaran akan pentingnya kepatuhan pajak. Tantangan ketiga, integritas seluruh aparat penegak hukum yang terlibat, baik dari DJP maupun Polri, menjadi kunci utama keberhasilan kolaborasi ini. Setiap potensi penyalahgunaan wewenang atau praktik korupsi harus ditindak tegas, karena kolaborasi ini hanya akan efektif jika dijalankan dengan prinsip transparansi yang tinggi, akuntabilitas yang ketat, dan dedikasi penuh terhadap penegakan keadilan.

Dampak dan Prospek Implementasi Kerja Sama Antara Djp dan Satgassus Polri

Implementasi kerja sama antara DJP dan Satgassus Polri ini diharapkan membawa dampak positif yang multifaset, tidak hanya pada peningkatan penerimaan negara, tetapi juga pada penguatan keadilan fiskal dan peningkatan rasio pajak nasional. Dari perspektif etika perpajakan, kerja sama strategis ini dapat diinterpretasikan sebagai upaya serius negara untuk menegakkan keadilan fiskal yang fundamental dan memerangi distorsi ekonomi. Selama ini, wajib pajak yang patuh dan taat aturan secara tidak langsung menanggung beban yang lebih besar akibat keberadaan pelaku ekonomi ilegal yang tidak berkontribusi sama sekali terhadap kas negara. Situasi ini menciptakan ketidakadilan, di mana sebagian kecil menikmati keuntungan tanpa memenuhi kewajiban, sementara mayoritas menanggung beban. Dengan mengambil langkah proaktif untuk menutup celah shadow economy dan membawa aktivitas ilegal ke dalam sistem perpajakan, negara tidak hanya berhasil meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, tetapi juga secara simultan memperkuat legitimasi dan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan yang berlaku. Keadilan fiskal tercapai ketika setiap entitas ekonomi berkontribusi sesuai kemampuannya, dan tidak ada yang dapat menghindar dari kewajiban pajak melalui praktik ilegal. Hal ini juga membantu menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat dan adil, mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Rasio pajak Indonesia, yang mengukur perbandingan penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), selama satu dekade terakhir menunjukkan stagnasi di kisaran 10%. Angka ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan rata-rata negara-negara berkembang lainnya, menunjukkan bahwa potensi penerimaan pajak Indonesia belum sepenuhnya tergali. Pemerintah memiliki target ambisius untuk meningkatkan rasio pajak ini sebagai bagian dari upaya menuju kemandirian fiskal. Peningkatan rasio pajak ini rencananya akan dicapai melalui implementasi dua strategi utama, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi (Liputan6, 2025). Ekstensifikasi berfokus pada perluasan basis pajak dengan mendaftarkan wajib pajak baru dan menjangkau sektor-sektor ekonomi yang belum tergarap. Sementara itu, kerja sama dengan Satgassus menjadi bagian integral dari strategi intensifikasi, yang secara spesifik berfokus pada penggalian potensi pajak dari sektor-sektor yang selama ini belum tergarap secara optimal, seperti shadow economy, atau bahkan sama sekali tidak tercatat dalam sistem perpajakan. Melalui penindakan terhadap aktivitas ilegal ini, diharapkan volume transaksi yang sebelumnya tersembunyi dapat terekam dan dikenakan pajak, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan rasio pajak secara keseluruhan.

Kolaborasi ini membentuk preseden penting bagi masa depan sistem perpajakan di Indonesia. Ini menunjukkan bahwa otoritas pajak tidak akan ragu untuk bekerja sama dengan lembaga penegak hukum lainnya dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks, terutama di era ekonomi digital yang memungkinkan aktivitas ilegal lebih mudah bersembunyi. Keberhasilan model kolaborasi ini dapat menjadi cetak biru atau model baru yang efektif dalam membangun sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan bagi masa depan Indonesia. Sistem yang adil berarti semua pihak berkontribusi sesuai porsinya; sistem yang efisien berarti penerimaan dapat dikumpulkan dengan biaya yang minimal; dan sistem yang berkelanjutan berarti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan tantangan ekonomi. Namun, untuk mencapai visi ini, diperlukan komitmen berkelanjutan dari kedua belah pihak, serta adaptasi regulasi dan teknologi yang mendukung sinergi data dan penegakan hukum yang akuntabel. Dengan demikian, kerja sama DJP dan Satgassus Polri bukan sekadar respons reaktif terhadap permasalahan penerimaan, tetapi merupakan fondasi strategis untuk sistem perpajakan yang lebih tangguh dan berintegritas (Taxvisory, 2025).

Penutup

Secara keseluruhan, kerja sama strategis antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Satgassus Polri merupakan langkah progresif, krusial, dan sangat diperlukan dalam menghadapi kompleksitas tantangan penerimaan negara di era ekonomi digital yang terus berkembang pesat serta maraknya kejahatan ekonomi yang semakin canggih dan terorganisir. Inisiatif ini mencerminkan pemahaman mendalam bahwa penanganan shadow economy memerlukan pendekatan multi-sektoral yang melibatkan keahlian fiskal, investigatif, dan penegakan hukum. Namun demikian, keberhasilan jangka panjang dan efektivitas optimal dari kolaborasi ini akan sangat bergantung pada tata kelola yang baik, integritas tanpa kompromi dari seluruh aparat yang terlibat, serta keseimbangan yang tepat antara penegakan hukum yang tegas dan program edukasi yang berkelanjutan. Transparansi dalam setiap proses, akuntabilitas dalam setiap tindakan, dan dedikasi terhadap pelayanan publik harus menjadi nilai-nilai inti yang menggerakkan sinergi ini.

Jika dijalankan dengan strategi dan implementasi yang tepat, sinergi antara DJP dan Satgassus ini tidak hanya akan berkontribusi signifikan pada peningkatan penerimaan pajak negara, tetapi juga dapat menjadi model baru yang efektif dalam membangun sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan berkelanjutan bagi masa depan Indonesia. Ini adalah investasi dalam kemandirian fiskal bangsa, memastikan bahwa negara memiliki sumber daya yang cukup untuk mewujudkan cita-cita pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyatnya.

Daftar Pustaka

Detik Finance. (2025, 18 Juni). DJP Gandeng Satgassus Polri buat Genjot Penerimaan Pajak. Diakses pada 27 Juni 2025, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7969521/djp-gandeng-satgassus-polri-buat-genjot-penerimaan-pajak

Direktorat Jenderal Pajak. (2025, Juni). Keterangan Tertulis terkait Sinergi DJP dan Tim Satgassus Polri. Diakses pada 27 Juni 2025, dari https://www.pajak.go.id/id/siaran-pers/keterangan-tertulis-terkait-sinergi-djp-dan-tim-satgassus-polri

Liputan6. (2025, 18 Juni). DJP Gandeng Tim Satgassus Polri demi Dongkrak Penerimaan Pajak. Diakses pada 27 Juni 2025, dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/6055373/djp-gandeng-tim-satgassus-polri-demi-dongkrak-penerimaan-pajak

Taxvisory. (2025, 23 Juni). DJP Gandeng Polri Incar Potensi Pajak ‘Shadow Economy’. Diakses pada 27 Juni 2025, darihttps://taxvisory.co.id/2025/06/23/djp-gandeng-polri-incar-potensi-pajak-shadow-economy/