Optimalisasi Pendapatan Daerah Melalui Pajak Daerah Pada Olahraga Padel

Widanti Eka Waluyi

Amelia Ramadhani Maghfirah

Agus Elyna Putri

Dalam beberapa tahun terakhir, padel menjadi sorotan di dunia olahraga rekreasi, termasuk di Indonesia. Olahraga yang berasal dari Meksiko dan berkembang pesat di Spanyol ini kini menjadi tren baru di kalangan masyarakat urban. Meskipun tergolong baru di Indonesia, perkembangan padel berlangsung sangat cepat. Beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bali, dan Bandung telah memiliki lapangan padel modern yang dilengkapi fasilitas premium. Tak hanya sebagai olahraga fisik, padel juga telah menjadi bagian dari gaya hidup, terutama di kalangan anak muda, pekerja profesional, selebriti, influencer semuanya seperti tersihir oleh permainan yang disebut-sebut sebagai kombinasi antara tenis dan squash ini. Uniknya, padel menjangkau berbagai usia mulai dari remaja, dewasa muda, hingga eksekutif senior. Hal ini menunjukkan inklusivitas padel sebagai olahraga yang menyenangkan sekaligus menantang untuk semua kalangan.

Padel merupakan olahraga raket yang mirip dengan tenis, namun dimainkan di lapangan berdinding kaca berukuran lebih kecil, dan selalu dimainkan secara ganda (2 lawan 2). Permainan ini menggunakan raket khusus tanpa senar dan bola yang menyerupai bola tenis, tetapi dengan tekanan udara lebih rendah. Hal yang membuat padel menarik adalah permainannya yang intuitif, cepat dipelajari, dan sangat menyenangkan. Dinding kaca di sekeliling lapangan menciptakan dinamika permainan yang seru dan tidak monoton, karena bola bisa memantul dan menciptakan strategi permainan yang unik. Kunci kesuksesan padel bukan hanya dari fasilitas, tetapi juga komunitasnya. Di berbagai kota, komunitas padel sudah mulai terbentuk melalui media sosial maupun event offline. Komunitas ini secara aktif mengadakan fun match, coaching clinic, bahkan liga mingguan yang membuat para pemain semakin terikat dengan olahraga ini.

Dengan meningkatnya popularitas padel di Indonesia, muncul pula perhatian dari pemerintah daerah, khususnya terkait regulasi dan potensi pajak hiburan. Beberapa pemilik bisnis lapangan padel merasa keberatan jika usaha mereka dikenakan pajak hiburan, karena mereka memandang padel sebagai kegiatan olahraga, bukan hiburan komersial. Di sisi lain, padel justru berpeluang menjadi sumber pendapatan daerah, sekaligus mendorong wisata olahraga (sport tourism) jika dikelola secara bijak. Turnamen padel lokal bahkan sudah mulai digelar di beberapa kota besar, menunjukkan potensi perkembangan industri ini di masa depan. Ini menjadi perbincangan hangat di media sosial khususnya X mengenai pengenaan pajak atas aktivitas olahraga padel yang sedang digemari oleh masyarakat Indonesia. Sebagian warga net pun menyatakan protesnya. Lantas bagaimana, apakah benar bermain padel dikenakan pajak?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan penjelasan melalui akun Instagram pribadinya (@ditjenpajakri) dan X (DitjenPajakRI), menuliskan “main padel kena pajak? iya, tapi pajak daerah”. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa fasilitas padel termasuk penyewaan lapangan padel dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Kemudian, PBJT atas fasilitas padel dipungut oleh penyedia jasa sewa lapangan dan wajib disetorkan ke kas daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dengan tarif sebesar 10%. Keputusan tersebut menetapkan bahwa fasilitas olahraga padel, termasuk penyewaan lapangan, termasuk dalam kategori jasa kesenian dan hiburan yang dikenakan pajak daerah. Oleh karena itu, pengelola fasilitas olahraga padel harus memungut pajak dari pelanggan dan menyetorkannya ke kas daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sebenarnya, pengenaan pajak ini adalah bagian dari upaya pemerintah daerah untuk menciptakan rasa keadilan fiskal. Karena itu, berbagai jenis olahraga lain, seperti futsal, tenis, bulu tangkis, basket, dan pusat kebugaran, seperti yoga dan pilates, telah dikenakan pajak hiburan dengan tarif yang sama. Menurut Lusiana Herawati, Kepala Bapenda DKI Jakarta, pajak yang dikenakan pada olahraga padel dimaksudkan untuk menghilangkan perbedaan pajak antara cabang olahraga yang sudah lama dipungut pajak dan cabang olahraga baru yang baru saja menjadi populer. Oleh karena itu, pajak ini bukanlah sesuatu yang baru atau khusus untuk padel, namun bagian dari kebijakan yang mengatur berbagai fasilitas olahraga komersial yang menyediakan ruang dan alat olahraga kepada masyarakat dengan tarif pajak 10%.

Secara teknis, pajak PBJT ini dikenakan atas berbagai transaksi yang terkait dengan penggunaan fasilitas padel, termasuk tiket masuk, biaya sewa lapangan, biaya pemesanan, dan paket layanan tambahan yang ditawarkan oleh pengelola. Misalnya, jika seorang pemain memesan lapangan padel selama satu jam dengan tarif Rp200.000, pengelola harus memungut 10% atau Rp20.000 tambahan dari pemain tersebut. Selanjutnya, pengelola wajib menyetorkan seluruh pajak yang terkumpul ke kas daerah. Regulasi ini mulai diterapkan di daerah lain di luar Jakarta, yang sudah memiliki fasilitas padel dan menerapkan peraturan serupa. Hingga pertengahan tahun 2025, tujuh lapangan padel di Jakarta telah resmi terdaftar sebagai wajib pajak PBJT, menunjukkan bahwa mereka mengikuti peraturan.

Kebijakan ini mendapat banyak kritik meskipun tujuannya adalah untuk meningkatkan keadilan dan pendapatan asli daerah (PAD). Beberapa pengelola lapangan padel khawatir bahwa pajak ini akan meningkatkan biaya operasi dan mungkin menaikkan harga sewa lapangan. Khawatir bahwa kenaikan tarif sewa ini akan mengurangi minat orang, terutama pemula dan komunitas baru, sehingga menghambat perkembangan olahraga padel di Indonesia. Untuk memastikan bahwa kebijakan pajak diterapkan secara proporsional dan tidak menghambat pertumbuhan olahraga yang sedang berkembang ini, komunitas dan pelaku usaha mengharapkan diskusi lebih lanjut dengan pemerintah daerah.

Sebaliknya, pemerintah daerah, khususnya Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta, berpendapat bahwa penerimaan pajak dari olahraga rekreasi seperti padel dapat digunakan untuk membangun fasilitas olahraga publik, melatih atlet, dan menyelenggarakan acara olahraga yang dapat menarik wisatawan dan meningkatkan ekonomi lokal. Oleh karena itu, pajak ini tidak hanya menimbulkan beban, tetapi juga berkontribusi pada kemajuan olahraga dan ekonomi kreatif di daerah. Sebagai contoh, bagian dari dana pajak yang dikumpulkan telah digunakan untuk memperbaiki lapangan tenis dan menyelenggarakan turnamen padel nasional yang semakin sering diadakan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Diharapkan juga bahwa kebijakan ini akan membuat industri olahraga lebih transparan dan professional.

Secara keseluruhan, pajak daerah yang dikenakan pada olahraga padel adalah bagian dari transformasi pemerintahan olahraga rekreasi di Indonesia yang mulai memasuki ranah ekonomi kreatif dan komersialisasi. Pajak ini dapat mendorong pertumbuhan olahraga padel secara berkelanjutan sekaligus meningkatkan pendapatan daerah dengan regulasi dan pelaksanaan yang transparan. Untuk memastikan bahwa pajak yang dipungut tidak menghambat akses masyarakat terhadap olahraga ini, melainkan justru memperkuat ekosistem padel di Indonesia sebagai olahraga inklusif dan gaya hidup kontemporer. Untuk mencapai hal ini, pemerintah daerah, pengelola fasilitas, dan komunitas padel harus bekerja sama.

Dengan demikian, pajak yang dikenakan pada penyewa lapangan padel merupakan tindakan strategis yang bertujuan untuk membangun industri olahraga yang lebih profesional dan berkelanjutan selain menghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah. Kebijakan ini membuka jalan bagi pengembangan fasilitas dan acara olahraga yang lebih berkualitas sekaligus mendorong pertumbuhan wisata olahraga di Indonesia, meskipun memiliki kendala bagi bisnis dan masyarakat umum. Agar pajak yang dikenakan dapat diterapkan dengan adil dan tidak menghambat penggemar padel saat ini, pemerintah, pelaku industri, dan komunitas padel harus bekerja sama dengan baik ke depan. Padel dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan kesehatan bagi masyarakat Indonesia jika dikelola dengan benar.