Untuk memperkuat sistem perpajakan nasional serta menjamin keterbukaan informasi dalam hal pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki kewenangan untuk melakukan pertukaran informasi secara spontan atau yang dikenal dengan istilah Spontaneous Exchange of Information (SEOI). Inisiatif ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran serta pengelakan pajak, meminimalisasi penyalahgunaan perjanjian perpajakan bilateral (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B), serta mengakses informasi penting terkait kepatuhan pajak dari para wajib pajak.
SEOI memiliki peran strategis dalam kerangka kerja sama internasional di bidang perpajakan. Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2017 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2018, SEOI didefinisikan sebagai bentuk pertukaran informasi yang dilakukan secara langsung dan tidak berdasarkan permintaan sebelumnya. Informasi tersebut disampaikan oleh pejabat yang berwenang di Indonesia kepada otoritas pajak dari negara atau yurisdiksi mitra, dan sebaliknya. Artinya, pertukaran informasi ini dilakukan secara sukarela ketika ditemukan informasi yang dianggap relevan dan memiliki potensi dampak terhadap kewajiban perpajakan negara mitra.
Dalam konteks ini, pejabat yang berwenang di Indonesiaโyakni Direktur Jenderal Pajakโdapat menyampaikan data atau informasi perpajakan yang signifikan kepada pihak berwenang di negara atau yurisdiksi mitra. Namun dalam praktiknya, pelaksanaan SEOI umumnya dilaksanakan oleh Direktur Perpajakan Internasional yang berada di bawah DJP. SEOI terbagi menjadi dua jenis utama. Yang pertama adalah Outbound SEOI, yakni ketika Indonesia mengirimkan informasi ke negara mitra. Yang kedua adalah Inbound SEOI, yaitu ketika Indonesia menerima informasi dari otoritas pajak negara lain secara spontan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) dalam PER-24/PJ/2018, jenis-jenis pajak yang termasuk dalam ruang lingkup SEOI mencakup berbagai macam. Misalnya, untuk perjanjian berdasarkan P3B, informasi perpajakan yang dipertukarkan dapat mencakup Pajak Penghasilan (PPh). Sementara itu, dalam perjanjian bilateral lainnya, informasi bisa melibatkan PPh dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Di bawah kerangka Konvensi Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan, pertukaran informasi dapat meliputi jenis pajak seperti PPh, PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berlaku khusus pada sektor-sektor seperti kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. Tentunya, ketentuan ini disesuaikan dengan ketentuan dan pengecualian yang disepakati oleh masing-masing negara penandatangan konvensi.
Informasi yang dipertukarkan dalam kerangka SEOI tidak bersifat sembarangan. Informasi tersebut diperoleh melalui berbagai proses administratif, seperti hasil pengawasan kepatuhan pajak, analisis dan penelaahan data, laporan serta pengaduan, kegiatan pemeriksaan pajak, tindakan penagihan, proses pemeriksaan bukti awal, hingga penyidikan atas dugaan tindak pidana perpajakan. Selain itu, SEOI juga dapat mencakup data yang diperoleh dari proses pengurangan atau pembatalan atas surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang dinilai tidak sesuai, serta proses keberatan, banding, peninjauan kembali, maupun penyelesaian sengketa melalui mutual agreement procedure (MAP) dan advance pricing agreement (APA).
Tidak hanya terbatas pada data transaksi, SEOI juga mencakup informasi tentang penerapan peraturan perpajakan dalam negeri. Contohnya adalah keputusan yang dikeluarkan oleh DJP untuk wajib pajak tertentu seperti penegasan di awal atas skema transaksi, termasuk keputusan resmi atas APA yang disepakati. Selain itu, fasilitas perpajakan yang diberikan kepada wajib pajak dan wajib dipertukarkan sebagai bagian dari komitmen internasional dalam pelaksanaan rencana aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action 5 oleh Forum on Harmful Tax Practices (FHTP) juga menjadi bagian dari informasi yang bisa dipertukarkan.
Namun demikian, tidak semua informasi bisa serta-merta dibagikan kepada negara mitra. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) PMK No. 39/2017 dan Pasal 3 ayat (3) PER-24/PJ/2018, terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi agar informasi dapat dipertukarkan. Pertama, jika terdapat dugaan hilangnya potensi penerimaan pajak secara signifikan di negara mitra. Kedua, apabila ditemukan indikasi adanya pembayaran kepada wajib pajak di negara mitra yang kemungkinan tidak dilaporkan kepada otoritas pajak setempat. Ketiga, jika wajib pajak dari negara mitra menerima pengurangan atau pembebasan pajak di Indonesia yang berpotensi menimbulkan kewajiban pajak tambahan di negaranya. Keempat, ketika kegiatan usaha yang dilakukan oleh wajib pajak Indonesia dan negara mitra melibatkan negara ketiga yang menyebabkan berkurangnya pembayaran pajak di salah satu atau kedua negara. Kelima, jika terdapat dugaan bahwa pengurangan pajak terjadi akibat praktik transfer keuntungan yang tidak mencerminkan transaksi ekonomi yang sebenarnya dalam suatu kelompok usaha.
Perlu diingat bahwa informasi yang dipertukarkan dalam SEOI bersifat sangat rahasia. Setiap unit kerja di lingkungan DJP wajib menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dan tidak boleh menggunakannya untuk keperluan selain perpajakan. Informasi yang didapatkan juga tidak boleh disalahgunakan di luar konteks perpajakan. Apabila ada pelanggaran terhadap prinsip kerahasiaan tersebut, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan informasi dari situs resmi DJP, SEOI menjadi bagian integral dalam sistem pertukaran informasi perpajakan secara global. Mekanisme ini dirancang untuk melengkapi bentuk pertukaran informasi lainnya seperti pertukaran otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) dan pertukaran berdasarkan permintaan (Exchange of Information on Request/EOIR). Dengan adanya SEOI, DJP dapat berperan secara lebih aktif dan strategis dalam menjalin kerja sama internasional guna mengamankan penerimaan pajak nasional.
Lebih jauh lagi, kerja sama melalui SEOI menjadi salah satu langkah konkret untuk memberantas penghindaran pajak lintas negara secara lebih efektif. SEOI memperkuat posisi Indonesia dalam sistem perpajakan global yang saling terhubung dan transparan, sekaligus menegaskan komitmen pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang adil dan berkeadilan, baik untuk skala nasional maupun internasional.