Tax Center

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Jember

Mewujudkan keadilan melalui Reformasi Perpajakan

Mewujudkan keadilan melalui Reformasi Perpajakan

“UU HPP akan mendekatkan kinerja perpajakan ke tingkat potensial melalui perbaikan administrasi dan kebijakan agar pajak nasional lebih mampu mengatasi berbagai tantangan perekonomian di masa depan. Hal ini merupakan tonggak penting bagi serangkaian reformasi,” kata Febrio Cacarib, Direktur Badan Kebijakan Moneter Kementerian Keuangan. Hal tersebut menjadikan UU HPP menjadi bagian reformasi perpajakan. 

Dari segi administratif, metode HPP mengisi berbagai kesenjangan yang masih ada dan beradaptasi dengan perkembangan baru dalam kegiatan usaha saat ini. Dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP akan memperkuat aspek keadilan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak dan membantu memperkuat sektor UMKM yang merupakan pemain sentral perekonomian nasional. UU HPP mencerminkan komitmen kuat pemerintah terhadap reformasi kebijakan fiskal yang komprehensif. “Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal sangatlah penting karena dapat memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti reformasi di sektor kesehatan dan pendidikan untuk memperkuat sumber daya manusia dan lebih memperkuat infrastruktur (modal fisik) dan akan meletakkan landasan bagi perekonomian yang akan terus tumbuh pada tingkat tinggi di masa depan, guna mewujudkan Indonesia Maju 2045,” kata Febrio.

UU HPP juga memperkuat efektivitas fungsi APBN, meliputi fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Berbagai bentuk program bantuan sosial bagi rumah tangga kurang mampu dan yang membutuhkan, serta program pembangunan bagi daerah terpencil merupakan contoh nyata dalam pelaksanaan fungsi distributif APBN. Di sisi lain, fungsi stabilisasi APBN didasarkan pada upaya pemerintah dalam menghadapi krisis perekonomian, seperti tindakan pemerintah yang cepat dan darurat dalam menangani krisis akibat pandemi COVID-19 selama dua (2) tahun terakhir. 

Pajak menunjang pendapatan pemerintah di hampir semua negara maju. Tingginya rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax rate) di negara-negara maju tersebut disebabkan oleh keberhasilan reformasi perpajakan. Misalnya, rata-rata tarif pajak di negara-negara OECD berdasarkan data World Development Indicators Bank Dunia mencapai 15,87% dari PDB pada tahun 2019. Oleh karena itu, reformasi pajak hukum HPP juga berfokus pada praktik dan kebijakan administrasi terbaik yang telah terbukti berhasil di seluruh dunia. Landasan ideal reformasi perpajakan yang diwujudkan UU HPP terletak pada aspek keadilan dan kewajaran. 

Dari sisi Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi, keadilan dan pemerataan UU HPP akan:

  1. Memperkuat UMKM dengan membatasi total omzet badan usaha bebas pajak hingga Rp 500 juta dan mempertahankan diskon PPh 50%
  2. Meningkatkan progresivitas pajak penghasilan (OP) dengan memperluas kisaran penghasilan kena pajak golongan pajak PPh-OP terendah dari sebelumnya maksimal 5% menjadi Rp60 juta
  3. Memperluas basis pajak dengan memperkenalkan pajak dalam bentuk natura (fringe benefit)
  4. PPh yang mempertahankan tarif pajak perusahaan mulai tahun 2022 adalah sebesar 22%

Selain itu, UU HPP memperbarui fokus pada pembebasan dan keringanan PPN, memastikan sistem PPN menjadi lebih adil dan tepat sasaran, sekaligus melindungi kepentingan masyarakat dan dunia usaha. Restrukturisasi ini akan memperluas basis pajak dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan, kepentingan umum, dan kepentingan nasional. Kebijakan ini juga  meningkatkan kepastian hukum.

Selain itu, UU HPP memungkinkan pemilik usaha kecil untuk menghindari PPN dengan menetapkan tarif pajak final bagi pengusaha kena pajak dengan lingkungan usaha tertentu, jenis barang/jasa tertentu, dan/atau sektor tertentu. Sebagai bagian dari strategi reformasi administrasi perpajakan, UU HPP mendorong kepatuhan yang lebih kuat. Strategi reformasi administrasi perpajakan bertujuan untuk memperkuat sistem administrasi pengawasan dan pemungutan pajak serta mendorong kepatuhan sukarela terhadap peraturan perpajakan dengan meningkatkan kepastian. Hal ini memanfaatkan NIK sebagai OP NPWP, menyesuaikan persyaratan dengan kewenangan wajib pajak, menunjuk pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak, meningkatkan kerja sama pemungutan pajak antar negara, dan memfasilitasi prosedur kesepakatan bersama.

“Dengan berbagai perubahan kebijakan dan membaiknya kinerja administrasi perpajakan, UU HPP diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap penerimaan perpajakan. Dalam jangka pendek, pertumbuhan penerimaan perpajakan pada tahun 2022 akan sangat tinggi dan tarif pajak akan berada pada tingkat menengah Secara jangka panjang, tarif pajak bisa mencapai lebih dari 10% PDB pada tahun 2025, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik dan upaya yang terus dilakukan,” tutup Febrio.

 Perkiraan Kementerian Keuangan juga menunjukkan bahwa undang-undang HPP dapat dilaksanakan tanpa adanya kompromi besar terhadap perekonomian nasional, termasuk stabilitas harga jangka pendek.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *