Tax Center

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Jember

Sudah tahukah, Pajak yang biasanya muncul pada struk pembelian makanan/minuman bukanlah PPN, tapi Pajak Restoran (PB1)?

Sudah tahukah, Pajak yang biasanya muncul pada struk pembelian makanan/minuman bukanlah PPN, tapi Pajak Restoran (PB1)?

Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Disebutkan bahwa pajak restoran (PB1) masuk kedalam kategori pajak daerah, tepatnya pajak kabupaten/kota, yang mendefinisikan Perpajakan Restoran sebagai pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang telah disediakan oleh sebuah restoran dan sejenisnya, yang pemanfaatan serta cara pemungutan pajaknya oleh pemerintah daerah masing-masing. Meski cara penarikan pajak keduanya sama-sama dari transaksi jual-beli, namun yang jadi perbedaan dari keduanya yakni PPN dan Pajak Restoran (PB1) adalah dari segi pemungutan pajaknya. Jika PPN (Pajak Pertambahan Nilai) itu dipungut oleh Pemerintah Pusat (Pempus) maka dalam hal ini yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sedangkan Pajak Restoran (PB1) dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

Pajak Restoran (PB1) diatur berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati/Walikota setempat, yang biasanya mengatur mengenai tarif pajak, jenis usaha yang terkena pajak, kriteria restoran atau tempat makan yang wajib membayar Pajak Restoran (PB1), serta kewajiban administratif lainnya terkait pembayaran dan pelaporan Pajak Restoran (PB1).

Pembayaran Pajak Restoran (PB1) dilakukan secara berkala, Untuk masa pajak dari Pajak Restoran (PB1) adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender. dan akan dilakukan oleh pemilik atau pengelola usaha restoran kepada pemerintah daerah/kota setempat. Jumlah pajak yang harus dibayarkan dan biasanya dihitung berdasarkan omset atau penjualan makanan/minuman yang telah dilakukan oleh restoran tersebut. Selain itu, tidak semua restoran memiliki kewajiban menyetorkan PB1. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh restoran tersebut agar nantinya akan diwajibkan membayar Pajak Restoran (PB1). Setiap daerah/kota dapat menetapkan batas pendapatan restoran yang terlepas dari kewajiban membayar pajak Restoran (PB1). Contohnya seperti, restoran atau tempat makan yang memiliki pendapatan kurang dari Rp200.000.000 per tahun tidak termasuk objek PB1.

  1. Objek Pajak Restoran PB1

Sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) dan (2) UU PDRD, yang menjadi objek Pajak Restoran (PB1) yakni pelayanan yang telah disediakan oleh restoran dari pelayanan penjualan makanan/minuman yang sudah/akan dikonsumsi pembeli, baik nantinya akan dikonsumsi di tempat pelayanan (Dine In) maupun di tempat lain (Take Away). Berarti, pembelian makanan/minuman oleh kosumen/pembeli di restoran, baik dalam layanan antar (delivery service) maupun makan di tempat (Dine In) dan pemesanan di bawa pulang (take away) akan dikenakan pajak makan di restoran.

  1. Subjek Pajak Restoran (PB1) 

Subjek pajak Restoran (PB1) yaitu pembeli dari layanan yang telah disediakan oleh restoran. Ini berarti bahwa PB1 tidak dibebankan kepada pemilik atau pengelola restoran, melainkan kepada konsumen/Pembeli yang menggunakan jasa layanan tersebut. Pembayaran Pajak Restoran (PB1) akan dilakukan oleh konsumen/pembeli bersamaan dengan pembayaran total belanja, dan pajak tersebut sudah tertera dalam struk pembelian makanan/minuman.

  1. Wajib Pajak Restoran (PB1)

Wajib Pajak Restoran (PB1) adalah pihak yang wajib memungut Pajak Restoran (PB1) dari konsumen/pembeli dan nantinya pihak restoran akan menyetorkannya ke kas negara atau kas daerah. Dalam hal ini, wajib pajak adalah pemilik atau pengusaha restoran yang bersangkutan. Meskipun pemilik restoran yang menyetorkan PB1, namun sebenarnya beban pajak ini ditanggung oleh konsumen/pembeli sebagai bagian dari harga yang dibayarkannya.

Pelayanan restoran meliputi pelayanan penjualan makanan/minuman yang dikonsumsi oleh pembeli/konsumen baik yang dikonsumsi pada tempat pelayanan (Dine in) maupun tempat lain (Take Away). Besar tarif pemungutan pajak telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah sebesar 10%. 

Selain pajak restoran terdapat juga pajak atas pelayanan. Ada Perbedaan dari service tax dengan service charge. Meskipun nama keduanya hampir sama, tetapi keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Pajak restoran atau service tax pajak yang telah ditentukan pemerintah, di berbagai daerah di Indonesia rata-rata memberlakukan pajak restoran 10% dan tidak boleh melebihi angka tersebut sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU PDRD.

Sementara service charge yaitu biaya yang ditentukan dari restoran itu sendiri. Biaya layanan ini biasanya diterapkan dan digunakan oleh restoran secara tersendiri, dengan cara membebankan biaya terhadap layanan yang diberikan, namun tidak termasuk ke dalam pajak restoran.

Biaya layanan yang dikenakan oleh restoran tidak termasuk ke dalam pajak melainkan masuk ke dalam kas restoran tersebut. UU PDRD memberikan kewenangan setiap pemerintah daerah untuk menentukan besar tarif PB1 di wilayahnya. Sering kali kita jumpai di beberapa Restoran di kabupaten/kota bisa saja besaran tarif PB1 yang mereka pungut berbeda-beda. Namun besaran tarif Pajak Restoran itu sendiri tidak boleh melebihi batas tarif PB1 yang telah ditetapkan dalam UU PDRD. Pengenaan tarif service charge ini berbeda-beda tarifnya tergantung yang sudah ditetapkan tiap-tiap restoran itu sendiri. Umumnya banyak dijumpai tarifnya lebih kecil daripada pajak restoran, yaitu 5% atau 7% hingga 10%.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *